Senin, 19 Mei 2014

Aspek Yang Terkandung Dalam Rukun Iman Pada Kehidupan Akhirat



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Percaya kepada adanya kehidupan akhirat termasuk rukun iman yang kelima. Didalam al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menjelaskan bahwa disamping kehidupan di dunia ini ada pula kehidupan di akhirat, dan sering pula disandingkan setelah beriman kepada Allah. Misalnya surat al-Baqarah ayat 177 menyebutkan bahwa diantara ciri orang yang benar-benar bertakwa adalah mereka yang beriman kepada Allah dan kepada hari akhir. Disebutkannya beriman kepada Hari Akhir sesudah beriman kepada Allah menunjukkan bahwa beriman kepada adanya kehidupan diakhirat merupakan hal yang amat penting. Hal tersebut berisi pesan bahwa, seorang yang beriman kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya atau berpura-pura beriman, hanya dapat dilihat hasilnya di akhirat nanti.
Demikian pula seseorang yang melakukan amal ibadah dalam konteks iman kepada Allah akan dapat dilihat hasilnya di akhirat nanti. Sejalan dengan itu, dalam berbagai literatur dijumpai adanya keimanan yang bertingkat-tingkat. Yaitu ada yang imannya kuat (benar-benar berirnan antara hati, ucapan dan perbuatannya), dan adapula yang imannya hanya sekedar dihati tidak berpengaruh ke dalam perilaku. Demikian pula keimanan terhadap hari akhir, seharusnya memiliki dampak yang positif tidak hanya di akhirat nanti, tetapi juga didunia ini, mengingat ajaran dasar Islam mengajarkan, agar manusia berusaha meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Keimanan yang demikian berarti mengharuskan adanya keimanan pada hari akhir yang kuat pula. Untuk mencapai tingkatan keimanan yang demikian itu, maka masalah keimanan termasuk salah satu bidang kajian dalam pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Berkenaan dengan itu, akan dikaji nilai-nilai pendidikan yang terkandung didalam QS. Qaf ayat 19-23 dan Al-‘Ala ayat 14-17, serta bagaimana upaya-upaya mendidik keimanan tersebut.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, adalah sebagai berikut:
1.      Apa nilai pendidikan yang terkandung dalam surah Al-Qaf ayat 19-23?
2.      Apa nilai pendidikan yang terkandung dalam surah Al-‘Ala ayat 14-19?
3.      Apa nilai pendidikan yang terkandung dalam surah Al-Hadid ayat 20?


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Surah Al-Qaf Ayat 19-23
وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ بِٱلۡحَقِّۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ ١٩ وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِۚ ذَٰلِكَ يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ ٢٠  وَجَآءَتۡ كُلُّ نَفۡسٖ مَّعَهَا سَآئِقٞ وَشَهِيدٞ ٢١ لَّقَدۡ كُنتَ فِي غَفۡلَةٖ مِّنۡ هَٰذَا فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٞ ٢٢  وَقَالَ قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ ٢٣

Artinya: “Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari daripadanya (19). Dan ditiuplah sangkakala, itulah hari terlaksananya ancaman (20). Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi (21). Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam (22). Dan yang menyertai dia berkata: "Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku" (23).”[1]

Ø  Makna Kosa kata
v  وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ Maksudnya bahwa sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
v  وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِ Maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada tiupan yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat di mana Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah.
v   وَجَآءَتۡ كُلُّ نَفۡسٖ مَّعَهَا Maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
v  وَقَالَ قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ Maksudnya adalah menginformasikan bahwa adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya dan kehidupan akhirat yang akan dijalaninya sering dilupakan.

Ø  Asbabun Nuzul Surah Qaf
Surat Qaaf terdiri atas 45 ayat, termasuk golongan surat-surat makiyyah diturunkan sesudah surat Al Mursalaat (surat ke 77). Dinamai “QAF” karena surat ini dimulai dengan huruf hijayah “Qaf”.

Ø  Munasabah Surat Qaf
Dengan surat sebelum dan sesudahnya Surat Al Hujuraat (sebelumnya) lebih banyak menguraikan soal-soal duniawi sedangkan surat Qaaf lebih banyak menguraikan tentang ukhrawi. Pada akhir surat Al Hujarat disebutkan keadaan iman orang badui yang sebenarnya belum beriman. Hal tersebut dapat membawa meraka kepada bertambahnya keimanan mereka atau sebaliknya mengingkari kenabian dan hari kebangkitan. Sedang pada awal surat Qaaf disebutkan beberapa sifat orang kafir yang mengingkari kenabian dan hari berbangkit. Pada surat Qaaf disebutkan hal-hal mengenai hari berbangkit, pembalasan, syurga dan neraka, sedangkan surat Adz Dzaariyaat (sesudahnya) dimulai dengan menerangkan bahwa semua itu adalah benar dan pembalasan pada hari kiamat itubenar akan terlaksana. Pada surat Qaaf disebutkan secara sepintas lalu pembinasaan umat-umat dahulu yang mendustakan rasul-rasul sedang pada surat Adz Dzaariyaat diterangkan keadaan mereka dengan agak terperinci. 

Ø  Penafsiran Ayat
Di dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa ayat-ayat tersebut dikelompokkan bersamaan dalam ayat 16, 17, dan 18 surat Qaf yang menginformasikan bahwa Tuhan mengetahui sesuatu yang bergetar dan tergores dalam hati manusia, dan Tuhan secara rohaniah lebih dekat dengan manusia dari pada urat lehernya.[2] Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia senantiasa dicatat dua malaikat yang berada disebelah kanan dan disebelah kiri.
Dari pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa ayat 19 hingga 23 surat Qaf tersebut berhubungan dengan pembicaraan di sekitar niat, ucapan dan amal perbuatan manusia yang selalu dipantau oleh Allah melalui malaikat-Nya. Hasil pemantauan tersebut selanjutnya dapat diketahui secara obyektif di akhirat nanti.
Al-Maraghi lebih lanjut mengatakan bahwa ayat yang ke 19 maksudnya adalah sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
Hal demikian sejalan dengan pendapat Ibnu Katsir yang mengatakan bahwa ayat dengan ayat tersebut Allah mengingatkan kepada manusia bahwa sakaratul maut itu akan datang dengan pasti, sehingga tidak ada keraguan dan kebimbangan sedikitpun.[3] Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa ketika maut datang menjemput Rasulullah SAW, beliau mengusap keringat dari wajahnya dan berkata; “subhanallah inna lil mauti lasakaratun”Mahasuci Allah, sesungguhnya sakaratul maut itu ada pada setiap orang yang akan meninggal.
Selanjutnya ayat yang ke 20 maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada tiupan yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat di mana Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah.
Kemudian ayat yang ke 21 maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
Adapun ayat ke 22 dan 23 menginformasikan bahwa adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya dan kehidupan akhirat yang akan dijalaninya sering dilupakan. Hal-hal yang dilupakan semasa hidup di dunia ini, pada saat itu tampak jelas terlihat dan disaksikan oleh mata kepalanya sendiri, dan kelupaan tersebut kini sudah tersingkap. Di hari akhirat nanti tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilupakan.Hal ini disebabkan karena sifat lupa itu merupakan watak dari jasmani atau fisik.

Ø  Kandungan Nilai Pendidikan
Ayat ini menunjukkan bahwa kelak di hari Kemudian akan nampak hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam kehidupan dunia ini. Kalau di dunia seseorang belum melihat malaikat, maka disana ia akan dapat melihatnya. Kalau disini banyak yang menduga sebab-sebab lahiriah adalah faktor yang menghasilkan sesuatu, maka disana ia akan menyadari bahwa secara penuh bahwa Allah adalah penyebab semua sebab.


B.     Surah Al-A’la Ayat 14-19
 قَدۡ أَفۡلَحَ مَن تَزَكَّىٰ ١٤  وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ فَصَلَّىٰ ١٥ بَلۡ تُؤۡثِرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا ١٦  وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓ ١٧ إِنَّ هَٰذَا لَفِي ٱلصُّحُفِ ٱلۡأُولَىٰ ١٨  صُحُفِ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ ١٩

Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (14). Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang (15). Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi (16). Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal (17). Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu (18). (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa (19).”[4]

Ø  Makna Kosa kata
v  أَفۡلَحَ  Artinya beruntung dan selamat dari siksaan di akhirat.
v  تَزَكَّىٰ Artinya bersih dari kotoran dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati.
v  وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِ Artinya menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan kehebatan-Nya.
v  فَصَلَّىٰ Artinya merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala perintah Allah.

Ø  Asbabun Nuzul Surah Al-‘Ala
Surat Al-‘Alaa terdiri atas 19 ayat, termasuk golongan surat-suratmakiyyah diturunkan sesudah surat At Takwiir (surat ke 81). Dinamai “Al-‘Ala” karena diambil dari kata Al-‘Ala yang terdapat pada ayat pertama berarti “Yang Paling Tinggi”.

Ø  Munasabah Surat Al-‘Ala
Dengan surat sebelum dan sesudahnya Surat Ath Thaariq (sebelumnya) diterangkan tentang penciptaan manusia dan diisyaratkan pula penciptaan tumbuhan-tumbuhan, sedang pada surat Al-‘Ala diterangkan bahwa Allah menciptakan alam dengan sempurna dan dengan ukuran-ukuran tertentu. Pada surat Al-‘Ala diterangkan secara umum tentang orang yang beriman,orang yang kafir, syurga dan neraka. Kemudian dalam surat Al Ghaasyiyah dikemukakan kembali dengan cara yang lebih luas.

Ø  Penafsiran Ayat
Didalam tafsir al-maraghi dijelaskan sebagai berikut aflaha artinya beruntung dan selamat dari siksaan di akhirat; tadzakka artinya bersih dari kotoran dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati. Wadzakara asma rabbih artinya menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan kehebatan-Nya. Sedangkan fa shalla artinya merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala perintah Allah.[5]
Jiwa yang bersih sebagaiman disebutkan pada ayat tersebut dapat dilakukan dengan keimanan kepada Allah serta menolak kenusyrikan, serta membenarkan terhadap segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW disertai amal salih.
Sedangkan menyebut nama Allah lalu mengerjakan shalat, maksudnya adalah menghadirkan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Allah di dalam hati sanubari, kemudian patuh dan tunduk terhadap keagungan dan kehebatannya. Seseorang yang menyebut nama Tuhan-nya dan mengagungkannya di dalam hati, serta takut dari ancamannya kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya, niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Hal yang demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan petunjak syara`.
Diketahui bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna, terkena oleh kerusakan. Barangsiapa yang yang lebih mendahulukan kehidupan duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada orang tersebut.

Ø  Kandungan Nilai Pendidikan
(a)    Anjuran untuk mengeluarkan zakat, berdzikir, dan shalat. semua ini bisa dilaksanakan oleh seorang muslim (sekaligus) ketika idul fitri. Karena ia akan mengeluarkan zakat fitrah, kemudian dating ke masjid untuk bertakbir (berdzikir), kemudian ia melaksanakan shalat (shalat idul fitri). Sebagian ulama’ menyangka bahwa ayat ini diturunkan berkenaaan dengan idul fitri.
(b)   Perintah untuk zuhud di dunia dan selalu mengharap akhirat, karena dunia akan segera hancur dan akhirat akan kekal selamanya.
(c)    Kandungan semua kitab samawi adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa semua kitab tersebut benar-benar datang dari Allah dan telah Allah turunkan kepada para rasul-Nya.
Al-Qur’an ketika menguraikan sifat kesementaraan dunia dan kedekatannya bukan bermaksud meremehkan kehidupan dunia atau menganjurkan untuk meningkatkan dan tidak memperhatikannya tetapi mengingatkan manusia akan kesementaraan itu sehingga tidak hanya memperoleh kenikmatan dengan gemerlap duniawi serta mengabaikan kehidupan yang kekal.
Dunia adalah arena kebenaran bagi yang menyadari hakikatnya ia adalah tempat dan jalan kebahagiaan bagi yang memahaminya. Dunia adalah arena kekayaan bagi yang menggunakannya untuk mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian. Serta aneka pelajaran bagi yang merenung dan memperhatikan fenomena serta peristiwa-peristiwanya ia adalah tempat mengabdi para pecinta Allah, tempat berdo’a malaikat, tempat turunnya wahyu bagi para Nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat.

C.    Surat Al-Hadid Ayat 20

ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ٢٠

Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (20).”[6]

Ø  Makna Kosa Kata
v  يَهِيجُ Dipahami oleh banyak ulama dalam arti menjadi kering, ada juga yang memahaminya dalam arti bangkit. Menguat dan meninggi dengan demikan periode ini sebelum tumbuhan itu layu dan kering. Dunia adalah tempat dimana perlindung menyangkut masa depan tidak dapat dicari dan diperoleh kecuali di kala hidup bermukim  di pentasnya. Adapun aktivitas yang dilakukan jika di lakukan semata-semata buat semesta.
v  لَعِبٞ Permainan digunakan oleh Al-Qur’an dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya bukan untuk suatu tujuan yang wajar dalam arti membawa manfaat atau mencegah madharat ia dilakukan tanpa tujuan bahkan hanya menghabiskan waktu sedangkan suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya dari pekerjaan yang bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting dari pada yang sedang dilakukannya.
v  وَزِينَةٞ Perhiasan karena berhias adalah adat kebiasaan remaja lalu.
v  تَكَاثُرٞ Berbangga-bangga karena inilah sifat pemuda.

Ø  Munasabah Surat Al-Hadid
Dengan surat sebelum dan sesudahnya Surat Al-Waaqi’ah (sebelumnya) tentang perintah bertasbih dengan menyebut nama Tuhan maha pencipta lagi maha pemelihara, sedang pada surat Al-Hadid disebutkan bahwa apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi bertasbih kepada Allah. Pada surat sebelumnya disebut orang-orang yang bersegera (As Saabiquun) dan dalam surat Al-Hadid diterangkan lebih jelas ke mana orang-orang itu harus bersegera, keduanya sama-sama menerangkan kekuasaan Allah. Kemudian dalam surat Al-Mujaadilah (sesudahnya), surat Al-Hadid menerangkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, sedang dalam surat Al-Mujaadilah diterangkan kembali secara luas tentang pembicaraan-pembicaraan yang dirahasiakan.

Ø  Penafsiran Ayat
Menurut Al-Maraghi bahwa ayat tersebut menggambarkan sifat dari kehidupan dunia, diantaranya adalah yang mudah sirna, sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudian beraneka ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering kemudian mati.[7] Hal ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terperdaya hanya mementingkan kehidupan didunia, melupakan akhirat.
Kehidupan dunia justru harus dilihat dalam mencari kehidupan akhirat. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa jika seseorang hanya memenyingkan kehidupan dunia, maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat ia harus mencapai kehidupan dunia. Orang yang bersedekah atau berinfak dijalan allah misalnya ia harus memiliki harta. Demikian pula yang akan menjalankan ibdah haji, juga harus memerlukan harta benda.
Tingkatan kehidupan manusia di dunia dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat, maka manusia terbagi menjadi tiga kelompok: kelompok pertama yaitu orang yang melihat dunia ini hanya tempat persinggahan sementara untuk melakukan investasi amal ibadah kebajikan untuk hidup di akhirat. Kelompok ini tidak membenci dunia, bahkan memerlukan dunia (harta) tetapi dunia (harta) tersebut bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai alat. Ia juga memiliki harta, namun tidak sampai terperdaya dan terpesona oleh harta tersebut.
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok yang hampir saja terbuai, terpedaya dan terlena oleh kehidupan dunia, dan hampir saja melupakan akhirat. Pada masa mudanya orang ini gemar mengumpulkan harta benda, berfoya-foya, memperturutkan selera hawa nafsu, dan lupa mengerjakan amal ibadah untuk bekal kehidupan akhirat. Kesadaran akan perlunya bekal kehidupan akhirat baru terjadi menjelang akhir hayatnya di waktu tua. Ia segera bertaubat memohon ampunan kepada allah, diiringi dengan memperbanyak ibadah.
Adapun kelompok yang ketiga adalah mereka yang benar-benar terbuai, terpesona dan tergila-gila oleh harta benda. Hidupnya hanya untuk dunia, memperturutkan hawa nafsu, tanpa sedikit pun memikirkan kehidupan akhirat. Sikap yang seperti itu, ia lakukan sampai ajal (kematian) datang menjemputnya, tanpa ada sedikit pun waktu untuk bertaubat dan memperbaiki perbuatan buruknya. Allah SWT sebagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang, mengingatkan kepada makhluk-Nya agar jangan sampai terpedaya oleh kenikmatan dunia yang demikian itu dalam surat Al-Hadid ayat 20.
Adanya kehidupan akhirat dengan berbagai permasalahannya bukanlah termasuk masalah empiris yang dapat diobservasi, melainkan termasuk masalah yang hanya dapat diimani, yaitu mengimani adanya berdasarkan informasi yang diberikan oleh Allah. Atas dasar keyakinan ini, maka untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang kehidupan akhirat harus merujuk kepada informasi yang diberikan Allah di dalam al-Qur’an.

Ø  Kandungan Nilai Pendidikan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat bahwa keimanan terhadap hari akhirat paling kurang memiliki empat implikasi kependidikan sebagai berikut:
v  Pertama, implikasi materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
v  Kedua, implikasi materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan keimanan. Dengan keimanan yang kuat akan adanya hari akhirat seseorang akan memanfaatkan kehidupannya di dunia ini untuk melakukan amal ibadah dan perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan itu, juga dapat mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela.
v  Ketiga, implikasi evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara obyektif. Yaitu evaluasi yang didasarkan kepada hasil yang dicapai oleh setiap orang yang menjadi sasaran dalam kegiatan pendidikan.
v  Keempat, implikasi administrative, yakni bahwa hasil dari proses pendidikan sekecil apapun harus dihitung, dinilai, dan dipadukan secara komprehensif dan dikoleresikan antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga dapat diketahui hasilnya secara utuh.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Kandungan nilai pendidikan surah Al-Qaf ayat 19-23 : menunjukkan bahwa kelak di hari Kemudian akan nampak hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam kehidupan dunia ini.
2.      Kandungan nilai pendidikan surah Al-‘Ala ayat 14-19 :
(a)    Anjuran untuk mengeluarkan zakat, berdzikir, dan shalat. semua ini bisa dilaksanakan oleh seorang muslim (sekaligus) ketika idul fitri.
(b)   Perintah untuk zuhud di dunia dan selalu mengharap akhirat, karena dunia akan segera hancur dan akhirat akan kekal selamanya.
(c)    Kandungan semua kitab samawi adalah sama.
3.      Kandungan nilai pendidikan surah Al-Hadid ayat 20 :
(a)    Pertama, implikasi materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
(b)   Kedua, implikasi materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan keimanan.
(c)    Ketiga, implikasi evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara obyektif.
(d)   Keempat, implikasi administrative.

B.     Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Demi kesempurnaan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an dan Terjemahnya. “EDISI REVISI” Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989.
Musthafa Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi. Juz 22, 29; Semarang: Toha Putra, 1989.
Katsir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4; Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Nata Abudin, H. , Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hamka, Prof. Dr. Tafsir Al-Athor. Juz 28; Surabaya: Pustaka Islam, 1993.
Universitas Islam Indonesia,  Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti,  1995.




[1] Al Qur’an dan Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz. 26; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989) h. 853.

[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, ( Jilid, IX; Semarang: Toha Putra, 1989) halaman 158.
[3] Ibnu Katsir, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir, (Jilid IV; Surabaya: Bina Ilmu, 1984).
[4] Al Qur’an dan Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz. 30; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989)  h. 1052.
[5] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, ( Jilid, XI; Semarang: Toha Putra, 1989).
[6] Al Qur’an dan Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz. 27; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989)  h. 903.
[7] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, ( Jilid, X; Semarang: Toha Putra, 1989).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar