BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Percaya kepada adanya kehidupan akhirat
termasuk rukun iman yang kelima. Didalam al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat
yang menjelaskan bahwa disamping kehidupan di dunia ini ada pula kehidupan di
akhirat, dan sering pula disandingkan setelah beriman kepada Allah. Misalnya
surat al-Baqarah ayat 177 menyebutkan bahwa diantara ciri orang yang
benar-benar bertakwa adalah mereka yang beriman kepada Allah dan kepada hari
akhir. Disebutkannya beriman kepada Hari Akhir sesudah beriman kepada Allah
menunjukkan bahwa beriman kepada adanya kehidupan diakhirat merupakan hal yang amat penting. Hal tersebut berisi pesan
bahwa, seorang yang beriman kepada Allah dalam arti yang sesungguhnya
atau berpura-pura beriman, hanya dapat dilihat hasilnya di akhirat nanti.
Demikian pula seseorang yang melakukan amal ibadah dalam konteks
iman kepada Allah akan dapat dilihat hasilnya di akhirat nanti. Sejalan dengan
itu, dalam berbagai literatur dijumpai adanya keimanan yang bertingkat-tingkat.
Yaitu ada yang imannya kuat (benar-benar berirnan antara hati, ucapan dan
perbuatannya), dan adapula yang imannya hanya sekedar dihati
tidak berpengaruh ke dalam perilaku. Demikian pula keimanan terhadap hari
akhir, seharusnya memiliki dampak yang positif tidak hanya di akhirat nanti,
tetapi juga didunia ini, mengingat ajaran dasar Islam mengajarkan, agar manusia
berusaha meraih kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Keimanan yang
demikian berarti mengharuskan adanya keimanan pada hari akhir yang kuat pula. Untuk
mencapai tingkatan keimanan yang demikian itu, maka masalah keimanan termasuk
salah satu bidang kajian dalam pendidikan, mulai dari tingkat dasar sampai
dengan tingkat perguruan tinggi. Berkenaan dengan itu, akan dikaji nilai-nilai
pendidikan yang terkandung didalam QS. Qaf ayat 19-23 dan Al-‘Ala ayat 14-17, serta bagaimana upaya-upaya mendidik keimanan
tersebut.
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalahnya, adalah sebagai berikut:
1.
Apa nilai
pendidikan yang terkandung dalam surah Al-Qaf ayat 19-23?
2.
Apa nilai
pendidikan yang terkandung dalam surah Al-‘Ala ayat 14-19?
3.
Apa nilai
pendidikan yang terkandung dalam surah Al-Hadid ayat 20?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Surah Al-Qaf Ayat 19-23
وَجَآءَتۡ سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ
بِٱلۡحَقِّۖ ذَٰلِكَ مَا كُنتَ مِنۡهُ تَحِيدُ ١٩ وَنُفِخَ فِي ٱلصُّورِۚ ذَٰلِكَ
يَوۡمُ ٱلۡوَعِيدِ ٢٠ وَجَآءَتۡ كُلُّ
نَفۡسٖ مَّعَهَا سَآئِقٞ وَشَهِيدٞ ٢١ لَّقَدۡ كُنتَ فِي غَفۡلَةٖ مِّنۡ هَٰذَا
فَكَشَفۡنَا عَنكَ غِطَآءَكَ فَبَصَرُكَ ٱلۡيَوۡمَ حَدِيدٞ ٢٢ وَقَالَ قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ
٢٣
Artinya: “Dan datanglah sakaratul
maut dengan sebenar-benarnya, itulah yang kamu selalu lari daripadanya (19). Dan
ditiuplah sangkakala, itulah hari terlaksananya ancaman (20). Dan datanglah
tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang
malaikat penyaksi (21). Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal)
ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka
penglihatanmu pada hari itu amat tajam (22). Dan yang menyertai dia berkata:
"Inilah (catatan amalnya) yang tersedia pada sisiku" (23).”[1]
Ø Makna Kosa kata
v وَجَآءَتۡ
سَكۡرَةُ ٱلۡمَوۡتِ Maksudnya bahwa sakaratul maut yang
pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat
dihindari lagi.
v وَنُفِخَ
فِي ٱلصُّورِ Maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada
tiupan yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat
di mana Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada
Allah.
v وَجَآءَتۡ
كُلُّ نَفۡسٖ مَّعَهَا Maksudnya adalah bahwa pada saat
manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan
malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap
amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
v وَقَالَ
قَرِينُهُۥ هَٰذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ Maksudnya adalah menginformasikan
bahwa adanya malaikat yang mencatat amal perbuatan manusia, kematian yang akan
menjemputnya dan kehidupan akhirat yang akan dijalaninya sering dilupakan.
Ø Asbabun Nuzul Surah
Qaf
Surat Qaaf terdiri atas 45 ayat, termasuk
golongan surat-surat makiyyah diturunkan sesudah surat Al Mursalaat (surat ke
77). Dinamai “QAF” karena surat ini dimulai dengan huruf hijayah “Qaf”.
Ø Munasabah Surat Qaf
Dengan surat sebelum dan
sesudahnya Surat
Al Hujuraat (sebelumnya) lebih banyak menguraikan soal-soal duniawi sedangkan
surat Qaaf lebih banyak menguraikan tentang ukhrawi. Pada akhir surat Al
Hujarat disebutkan keadaan iman orang badui yang sebenarnya belum beriman. Hal
tersebut dapat membawa meraka kepada bertambahnya keimanan mereka atau
sebaliknya mengingkari kenabian dan hari kebangkitan. Sedang pada awal surat
Qaaf disebutkan beberapa sifat orang kafir yang mengingkari kenabian dan hari
berbangkit. Pada surat Qaaf disebutkan hal-hal mengenai hari berbangkit, pembalasan,
syurga dan neraka, sedangkan surat Adz Dzaariyaat (sesudahnya) dimulai dengan menerangkan
bahwa semua itu adalah benar dan pembalasan pada hari kiamat itubenar akan
terlaksana. Pada surat Qaaf disebutkan secara sepintas lalu pembinasaan
umat-umat dahulu yang mendustakan rasul-rasul sedang pada surat Adz Dzaariyaat
diterangkan keadaan mereka dengan agak terperinci.
Ø Penafsiran Ayat
Di
dalam tafsir al-Maraghi dijelaskan bahwa ayat-ayat tersebut dikelompokkan
bersamaan dalam ayat 16, 17, dan 18 surat Qaf yang menginformasikan bahwa Tuhan
mengetahui sesuatu yang bergetar dan tergores dalam hati manusia, dan Tuhan
secara rohaniah lebih dekat dengan manusia dari pada urat lehernya.[2]
Pada ayat tersebut juga dijelaskan bahwa setiap amal perbuatan manusia
senantiasa dicatat dua malaikat yang berada disebelah kanan dan disebelah kiri.
Dari
pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa ayat 19 hingga 23 surat Qaf
tersebut berhubungan dengan pembicaraan di sekitar niat, ucapan dan amal
perbuatan manusia yang selalu dipantau oleh Allah melalui malaikat-Nya. Hasil
pemantauan tersebut selanjutnya dapat diketahui secara obyektif di akhirat
nanti.
Al-Maraghi lebih lanjut mengatakan bahwa ayat yang ke 19 maksudnya adalah sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
Al-Maraghi lebih lanjut mengatakan bahwa ayat yang ke 19 maksudnya adalah sakaratul maut yang pada umumnya manusia berusaha keras menghindarinya kini datang juga tanpa dapat dihindari lagi.
Hal
demikian sejalan dengan pendapat Ibnu Katsir yang mengatakan bahwa ayat dengan
ayat tersebut Allah mengingatkan kepada manusia bahwa sakaratul maut itu akan
datang dengan pasti, sehingga tidak ada keraguan dan kebimbangan sedikitpun.[3]
Dalam sebuah riwayat yang shahih disebutkan bahwa ketika maut datang menjemput
Rasulullah SAW, beliau mengusap keringat dari wajahnya dan berkata;
“subhanallah inna lil mauti lasakaratun”Mahasuci Allah, sesungguhnya sakaratul
maut itu ada pada setiap orang yang akan meninggal.
Selanjutnya
ayat yang ke 20 maksudnya adalah bahwa pada saat sangkakala ditiup pada tiupan
yang pertama, maka itulah masa yang keadaannya amat dahsyat, yaitu saat di mana
Allah menjanjikan balasan siksa bagi orang-orang yang ingkar kepada Allah.
Kemudian ayat yang ke 21 maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
Kemudian ayat yang ke 21 maksudnya adalah bahwa pada saat manusia datang menghadap Tuhannya disertai malaikat yang mengiringi (Saiq), dan malaikat yang menjadi saksi (syahid). Malaikat ini memberi kesaksian terhadap amal perbuatan yang dilakukan manusia selama masa hidupnya di dunia.
Adapun
ayat ke 22 dan 23 menginformasikan bahwa adanya malaikat yang mencatat amal
perbuatan manusia, kematian yang akan menjemputnya dan kehidupan akhirat yang
akan dijalaninya sering dilupakan. Hal-hal yang dilupakan semasa hidup di dunia
ini, pada saat itu tampak jelas terlihat dan disaksikan oleh mata kepalanya
sendiri, dan kelupaan tersebut kini sudah tersingkap. Di hari akhirat nanti
tidak ada lagi hal-hal yang dapat dilupakan.Hal ini disebabkan karena sifat
lupa itu merupakan watak dari jasmani atau fisik.
Ø Kandungan Nilai Pendidikan
Ayat ini menunjukkan bahwa
kelak di hari Kemudian akan nampak hakikat-hakikat yang tersembunyi dalam
kehidupan dunia ini. Kalau di dunia seseorang belum melihat malaikat, maka
disana ia akan dapat melihatnya. Kalau disini banyak yang menduga sebab-sebab
lahiriah adalah faktor yang menghasilkan sesuatu, maka disana ia akan menyadari
bahwa secara penuh bahwa Allah adalah penyebab semua sebab.
B. Surah
Al-A’la Ayat 14-19
قَدۡ أَفۡلَحَ مَن
تَزَكَّىٰ ١٤ وَذَكَرَ ٱسۡمَ رَبِّهِۦ
فَصَلَّىٰ ١٥ بَلۡ تُؤۡثِرُونَ ٱلۡحَيَوٰةَ ٱلدُّنۡيَا ١٦ وَٱلۡأٓخِرَةُ خَيۡرٞ وَأَبۡقَىٰٓ ١٧ إِنَّ
هَٰذَا لَفِي ٱلصُّحُفِ ٱلۡأُولَىٰ ١٨
صُحُفِ إِبۡرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ ١٩
Artinya:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman) (14). Dan
dia ingat nama Tuhannya, lalu dia sembahyang (15). Tetapi kamu (orang-orang
kafir) memilih kehidupan duniawi (16). Sedang kehidupan akhirat adalah lebih
baik dan lebih kekal (17). Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam
kitab-kitab yang dahulu (18). (yaitu) Kitab-kitab Ibrahim dan Musa (19).”[4]
Ø Makna Kosa kata
v أَفۡلَحَ Artinya beruntung dan selamat dari siksaan di
akhirat.
v تَزَكَّىٰ Artinya bersih
dari kotoran dosa yang disebabkan menentang kebenaran dan keras hati.
v وَذَكَرَ
ٱسۡمَ رَبِّهِ Artinya
menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan
kehebatan-Nya.
v فَصَلَّىٰ Artinya
merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala perintah Allah.
Ø Asbabun Nuzul Surah
Al-‘Ala
Surat Al-‘Alaa terdiri atas 19 ayat, termasuk
golongan surat-suratmakiyyah diturunkan sesudah surat At Takwiir (surat ke 81).
Dinamai “Al-‘Ala” karena diambil dari kata Al-‘Ala yang terdapat pada ayat
pertama berarti “Yang Paling Tinggi”.
Ø Munasabah Surat
Al-‘Ala
Dengan surat sebelum dan sesudahnya Surat Ath Thaariq
(sebelumnya) diterangkan tentang penciptaan manusia dan diisyaratkan pula
penciptaan tumbuhan-tumbuhan, sedang pada surat Al-‘Ala diterangkan bahwa Allah
menciptakan alam dengan sempurna dan dengan ukuran-ukuran tertentu. Pada surat
Al-‘Ala diterangkan secara umum tentang orang yang beriman,orang yang kafir,
syurga dan neraka. Kemudian dalam surat Al Ghaasyiyah dikemukakan kembali dengan cara yang lebih luas.
Ø Penafsiran Ayat
Didalam
tafsir al-maraghi dijelaskan sebagai berikut aflaha artinya beruntung dan
selamat dari siksaan di akhirat; tadzakka artinya bersih dari kotoran dosa yang
disebabkan menentang kebenaran dan keras hati. Wadzakara asma rabbih artinya
menyebutkan sifat-sifat Allah dalam hati, seperti tentang keagungan dan kehebatan-Nya.
Sedangkan fa shalla artinya merendahkan dan menundukan dirinya terhadap segala
perintah Allah.[5]
Jiwa
yang bersih sebagaiman disebutkan pada ayat tersebut dapat dilakukan dengan
keimanan kepada Allah serta menolak kenusyrikan, serta membenarkan terhadap
segala yang dibawa oleh Rasulullah SAW disertai amal salih.
Sedangkan
menyebut nama Allah lalu mengerjakan shalat, maksudnya adalah menghadirkan
sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan Allah di dalam hati sanubari, kemudian
patuh dan tunduk terhadap keagungan dan kehebatannya. Seseorang yang menyebut
nama Tuhan-nya dan mengagungkannya di dalam hati, serta takut dari ancamannya
kemudian jiwanya penuh dengan rasa takut adalah termasuk orang yang imannya
kokoh. Selanjutnya orang yang selalu benar terhadap apa yang dilakukannya,
niscaya ia akan mengutamakan kehidupan akhirat dari pada kehidupan dunia. Hal yang
demikian sejalan dengan pendapat akal yang sehat dan petunjak syara`.
Diketahui
bahwa kehidupan akhirat bersifat kekal dan kenikmatannya tidak akan pernah
sirna, tidak ada kekurangan dan cacat, sedangkan kehidupan duniawi akan sirna,
terkena oleh kerusakan. Barangsiapa yang yang lebih mendahulukan kehidupan
duniawi, dan mencintai perhiasan duniawi, berarti orang tersebut tidak
membenarkan adanya kehidupan akhirat, atau keimanan orang tersebut tidak dapat
melewati ucapannya, dan tidak sampai pada hatinya. Dengan demikian, balasan
pahala sebagaimana dijanjikan bagi orang-orang yang beriman tidak sampai kepada
orang tersebut.
Ø Kandungan Nilai
Pendidikan
(a) Anjuran untuk mengeluarkan zakat, berdzikir, dan shalat. semua ini
bisa dilaksanakan oleh seorang muslim (sekaligus) ketika idul fitri. Karena ia
akan mengeluarkan zakat fitrah, kemudian dating ke masjid untuk bertakbir
(berdzikir), kemudian ia melaksanakan shalat (shalat idul fitri). Sebagian
ulama’ menyangka bahwa ayat ini diturunkan berkenaaan dengan idul fitri.
(b) Perintah untuk zuhud di dunia dan selalu mengharap akhirat, karena
dunia akan segera hancur dan akhirat akan kekal selamanya.
(c) Kandungan semua kitab samawi adalah sama. Hal ini menunjukkan bahwa
semua kitab tersebut benar-benar datang dari Allah dan telah Allah turunkan
kepada para rasul-Nya.
Al-Qur’an ketika
menguraikan sifat kesementaraan dunia dan kedekatannya
bukan bermaksud meremehkan kehidupan dunia atau menganjurkan untuk meningkatkan
dan tidak memperhatikannya tetapi mengingatkan manusia akan kesementaraan itu
sehingga tidak hanya memperoleh kenikmatan dengan gemerlap duniawi serta
mengabaikan kehidupan yang kekal.
Dunia adalah arena
kebenaran bagi yang menyadari hakikatnya ia adalah tempat dan jalan kebahagiaan
bagi yang memahaminya. Dunia adalah arena kekayaan bagi yang menggunakannya
untuk mengumpul bekal perjalanan menuju keabadian. Serta aneka pelajaran bagi
yang merenung dan memperhatikan fenomena serta peristiwa-peristiwanya ia adalah
tempat mengabdi para pecinta Allah, tempat berdo’a malaikat, tempat turunnya
wahyu bagi para Nabi dan tempat curahan rahmat bagi yang taat.
C.
Surat
Al-Hadid Ayat 20
ٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّمَا ٱلۡحَيَوٰةُ
ٱلدُّنۡيَا لَعِبٞ وَلَهۡوٞ وَزِينَةٞ وَتَفَاخُرُۢ بَيۡنَكُمۡ وَتَكَاثُرٞ فِي ٱلۡأَمۡوَٰلِ
وَٱلۡأَوۡلَٰدِۖ كَمَثَلِ غَيۡثٍ أَعۡجَبَ ٱلۡكُفَّارَ نَبَاتُهُۥ ثُمَّ يَهِيجُ
فَتَرَىٰهُ مُصۡفَرّٗا ثُمَّ يَكُونُ حُطَٰمٗاۖ وَفِي ٱلۡأٓخِرَةِ عَذَابٞ شَدِيدٞ
وَمَغۡفِرَةٞ مِّنَ ٱللَّهِ وَرِضۡوَٰنٞۚ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا
مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ٢٠
Artinya: “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini
hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti
hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di
akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya.
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (20).”[6]
Ø Makna
Kosa Kata
v يَهِيجُ Dipahami oleh banyak ulama
dalam arti menjadi kering, ada juga yang memahaminya dalam arti bangkit.
Menguat dan meninggi dengan demikan periode ini sebelum tumbuhan itu layu dan
kering. Dunia adalah tempat dimana perlindung menyangkut masa depan tidak dapat
dicari dan diperoleh kecuali di kala hidup bermukim di pentasnya. Adapun
aktivitas yang dilakukan jika di lakukan semata-semata buat semesta.
v لَعِبٞ Permainan
digunakan oleh Al-Qur’an dalam arti suatu perbuatan yang dilakukan oleh pelakunya
bukan untuk suatu tujuan yang wajar dalam arti membawa manfaat atau mencegah
madharat ia dilakukan tanpa tujuan bahkan hanya menghabiskan waktu sedangkan
suatu perbuatan yang mengakibatkan kelengahan pelakunya dari pekerjaan yang
bermanfaat atau lebih bermanfaat dan penting dari pada yang sedang
dilakukannya.
v وَزِينَةٞ Perhiasan
karena berhias adalah adat kebiasaan remaja lalu.
v تَكَاثُرٞ Berbangga-bangga
karena inilah sifat pemuda.
Ø Munasabah Surat Al-Hadid
Dengan surat sebelum dan sesudahnya Surat Al-Waaqi’ah
(sebelumnya) tentang perintah bertasbih dengan menyebut nama Tuhan maha
pencipta lagi maha pemelihara, sedang pada surat Al-Hadid disebutkan bahwa apa
yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi bertasbih kepada Allah. Pada surat sebelumnya
disebut orang-orang yang bersegera (As Saabiquun) dan dalam surat Al-Hadid
diterangkan lebih jelas ke mana orang-orang itu harus bersegera, keduanya
sama-sama menerangkan kekuasaan Allah. Kemudian dalam surat Al-Mujaadilah
(sesudahnya), surat Al-Hadid menerangkan bahwa Allah mengetahui segala sesuatu,
sedang dalam surat Al-Mujaadilah diterangkan kembali secara luas tentang
pembicaraan-pembicaraan yang dirahasiakan.
Ø Penafsiran Ayat
Menurut Al-Maraghi bahwa ayat tersebut
menggambarkan sifat dari kehidupan dunia, diantaranya adalah yang mudah sirna,
sebagaimana halnya hujan yang turun dan membelah bumi yang tandus, kemudian beraneka
ragam tanaman tumbuh, hijau menguning, menyenangkan petani atau orang yang
menanamnya, kemudian tidak lama pohon tersebut menua, layu dan kering kemudian
mati.[7] Hal
ini tidak berarti bahwa seseorang dilarang mencari dan menikmati kehidupan
dunia, namun yang dianjurkan agar ia tidak terperdaya hanya mementingkan kehidupan
didunia, melupakan akhirat.
Kehidupan dunia justru harus dilihat dalam
mencari kehidupan akhirat. Hal lain yang perlu dicatat, bahwa jika seseorang
hanya memenyingkan kehidupan dunia, maka yang ia dapati hanya kehidupan dunia
itu saja. Sedangkan jika ia mementingkan kehidupan akhirat, ia akan mendapatkan
dunia dan akhirat, sebab untuk mencapai kebahagiaan hidup diakhirat ia harus
mencapai kehidupan dunia. Orang yang bersedekah atau berinfak dijalan allah
misalnya ia harus memiliki harta. Demikian pula yang akan menjalankan ibdah
haji, juga harus memerlukan harta benda.
Tingkatan kehidupan manusia di dunia dalam
hubungannya dengan kehidupan akhirat, maka manusia terbagi menjadi tiga
kelompok: kelompok pertama yaitu orang yang melihat dunia ini hanya tempat
persinggahan sementara untuk melakukan investasi amal ibadah kebajikan untuk
hidup di akhirat. Kelompok ini tidak membenci dunia, bahkan memerlukan dunia
(harta) tetapi dunia (harta) tersebut bukan sebagai tujuan, melainkan sebagai
alat. Ia juga memiliki harta, namun tidak sampai terperdaya dan terpesona oleh
harta tersebut.
Sedangkan kelompok yang kedua yaitu kelompok
yang hampir saja terbuai, terpedaya dan terlena oleh kehidupan dunia, dan
hampir saja melupakan akhirat. Pada masa mudanya orang ini gemar mengumpulkan
harta benda, berfoya-foya, memperturutkan selera hawa nafsu, dan lupa
mengerjakan amal ibadah untuk bekal kehidupan akhirat. Kesadaran akan perlunya
bekal kehidupan akhirat baru terjadi menjelang akhir hayatnya di waktu tua. Ia
segera bertaubat memohon ampunan kepada allah, diiringi dengan memperbanyak
ibadah.
Adapun kelompok yang ketiga adalah mereka yang
benar-benar terbuai, terpesona dan tergila-gila oleh harta benda. Hidupnya
hanya untuk dunia, memperturutkan hawa nafsu, tanpa sedikit pun memikirkan
kehidupan akhirat. Sikap yang seperti itu, ia lakukan sampai ajal (kematian)
datang menjemputnya, tanpa ada sedikit pun waktu untuk bertaubat dan memperbaiki
perbuatan buruknya. Allah SWT sebagai Yang Maha Pengasih dan Penyayang,
mengingatkan kepada makhluk-Nya agar jangan sampai terpedaya oleh kenikmatan
dunia yang demikian itu dalam surat Al-Hadid ayat 20.
Adanya kehidupan akhirat dengan berbagai
permasalahannya bukanlah termasuk masalah empiris yang dapat diobservasi,
melainkan termasuk masalah yang hanya dapat diimani, yaitu mengimani adanya
berdasarkan informasi yang diberikan oleh Allah. Atas dasar keyakinan ini, maka
untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang kehidupan akhirat harus
merujuk kepada informasi yang diberikan Allah di dalam al-Qur’an.
Ø Kandungan Nilai Pendidikan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terlihat
bahwa keimanan terhadap hari akhirat paling kurang memiliki empat implikasi kependidikan
sebagai berikut:
v Pertama, implikasi
materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat
merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
v Kedua, implikasi
materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan
keimanan. Dengan keimanan yang kuat akan adanya hari akhirat seseorang akan
memanfaatkan kehidupannya di dunia ini untuk melakukan amal ibadah dan
perbuatan kebajikan yang sebanyak-banyaknya. Bersamaan dengan itu, juga dapat
mendorong seseorang untuk menjauhkan perbuatan yang tercela.
v Ketiga, implikasi
evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara
obyektif. Yaitu evaluasi yang didasarkan kepada hasil yang dicapai oleh setiap
orang yang menjadi sasaran dalam kegiatan pendidikan.
v Keempat, implikasi
administrative, yakni bahwa hasil dari proses pendidikan sekecil apapun harus
dihitung, dinilai, dan dipadukan secara komprehensif dan dikoleresikan antara
satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga dapat diketahui hasilnya secara
utuh.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kandungan nilai pendidikan surah Al-Qaf ayat
19-23 : menunjukkan bahwa kelak di hari Kemudian akan nampak hakikat-hakikat
yang tersembunyi dalam kehidupan dunia ini.
2.
Kandungan nilai
pendidikan surah Al-‘Ala ayat 14-19 :
(a)
Anjuran untuk
mengeluarkan zakat, berdzikir, dan shalat. semua ini bisa dilaksanakan oleh
seorang muslim (sekaligus) ketika idul fitri.
(b)
Perintah untuk
zuhud di dunia dan selalu mengharap akhirat, karena dunia akan segera hancur
dan akhirat akan kekal selamanya.
(c)
Kandungan semua
kitab samawi adalah sama.
3.
Kandungan
nilai pendidikan surah Al-Hadid ayat 20 :
(a) Pertama, implikasi
materi atau muatan pendidikan. Yakni bahwa keimanan terhadap hari akhirat
merupakan bagian terpenting dari materi pelajaran yang harus diberikan.
(b) Kedua, implikasi
materi atau muatan pendidikan akhlak sebagai hasil dari materi pendidikan
keimanan.
(c) Ketiga, implikasi
evaluasi pendidikan yang berfungsi untuk melihat hasil pendidikan secara
obyektif.
(d) Keempat, implikasi
administrative.
B.
Saran
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun. Demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an dan Terjemahnya. “EDISI REVISI” Jakarta:
Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989.
Musthafa
Al-Maraghi Ahmad, Tafsir Al-Maraghi. Juz 22, 29; Semarang: Toha Putra, 1989.
Katsir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4; Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Katsir Ibnu, Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4; Surabaya: Bina Ilmu, 1984.
Nata
Abudin, H. , Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Hamka,
Prof. Dr. Tafsir Al-Athor. Juz 28; Surabaya: Pustaka Islam, 1993.
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti, 1995.
Universitas Islam Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti, 1995.
[1] Al
Qur’an dan Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz. 26; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989) h. 853.
[2] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir
Al-Maraghi, ( Jilid, IX;
Semarang: Toha Putra, 1989) halaman 158.
[4]
Al Qur’an dan
Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz.
30; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989) h. 1052.
[6]
Al Qur’an dan
Terjemahnya, “EDISI REVISI”, (Juz.
27; Jakarta: Mahkota Surabaya, 2 Januari 1989) h. 903.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar